My book are like grayeards. Quiet and silent.

6 THE COINCIDENCE

on
Tuesday, December 27, 2016
Angka pada layar digital di antara dua kakinya bergerak naik dan akhirnya berhenti setelah berkedip dua kali. Angkanya sudah tidak berubah lagi. Kemudian ia memekik pelan seakan ingat akan sesuatu, Eliana turun lagi lalu melepas piyama bahkan hingga pakaian dalamnya. Iya menggumamkan doa sebelum perlahan kakinya berpijak lagi pada timbangan. Ia menahan napas dan tanpa sadar memejamkan mata rapat-rapat. Keringat bercucuran di jidatnya. Minggu depan ia akan berangkat ke New York untuk mengikuti undangan casting. Ia diharapkan managemennya untuk kembali berpartisipasi dalam New York Fashion Week. Ia tidak boleh kehilangan kesempatan ini. Begitu banyak model baru bermunculan dan seringnya mereka masih berusia belasan tahun.
Eliana perlahan membuka mata dan angka timbangan berkedip dua kali menampilkan angka yang sama seperti sebelum ia menanggalkan pakaiannya. Eliana mengumpat pelan kemudian menatap tubuh telanjangnya di depan cermin. Ia bisa melihat pinggulnya sedikit lebih besar dari sebelumnya. Ia menggigit bibirnya sambil menangis. Ia menghabiskan setengah hari dengan terus kardio di apartemennya.
Sialnya, otaknya mengirimkan sinyal meminta karbohidrat. Otak sialan yang begitu menyukai makanan. Eliana memutuskan untuk mandi dan bersiap pergi keluar. Lagipula ia sudah cukup lama tidak mengunjungi salah satu tempat favoritnya, toko buku.

*

Mata Eliana menyusuri rak rak buku new release. Novel-novel baru dengan nama penulis-penulis yang juga baru serta beberapa novel terbitan penulis ternama yang dikenalinya. Eliana mengambil satu buku dan membaca bagian belakang sampul buku. Ia juga melakukan riset kecil dengan mengecek buku tersebut di goodreads untuk mengetahui garis besar cerita.

Tas plastik di tangannya tiba-tiba dipenuhi tumpukan buku. Sebagian besar novel ilustrasi atau komedi romantis. Ia suka kisah-kisah ringan yang membuatnya merasa rileks. Kadang ia juga masih suka membaca teenlit walau orang-orang suka mengejek selera bukunya. Eliana tidak peduli, lagipula ia membaca bukan untuk membuat orang lain terkesan. Ia membaca apapun yang membuatnya merasa gembira.
Eliana berjalan ke tumpukan buku doodle di sebelah rak buku pengembangan diri. Dan di sanalah ia menemukan seorang pria dengan tinggi badan menjulang, mungkin 183cm, ia mengenakan kaos biru polos dan jins, sebuah buku di tangannya. Wajahnya sedikit menunduk, terlihat serius, alisnya yang tebal saling bertaut, dan mulutnya sedikit mengerucut. Tanpa sadar senyum Eliana mengembang.
Barangkali pria tersebut merasa diperhatikan, ia mengangkat wajahya, dan mata keduanya bersirobok. Eliana segera membuang muka dan berdeham pelan. Namun tanpa disangka pria itu tersenyum ke padanya.
Arka menutup buku berkover putih di tangannya dan meletakkannya kembali ke rak. Eliana jadi tidak punya pilihan selain membalas senyuman Arka. Lagipula senyuman Arka cukup langka. Arka menjadi sosok yang berbeda di luar urusan kantor. Ia menjadi laki-laki normal pada umumnya. Sederhana dan santai. Di kantor ia menjadi sosok yang dingin dan cenderung apatis.
"What a nice coincidence." ujar Arka sembari tersenyum kecil.
Eliana hampir tidak mempercayai pendengarannya. Benarkah tadi Arka bilang ini kebetulan yang indah? Apakah Arka merasa senang bertemu dengannya?
"Sering mampir toko buku?" Eliana balas berbasa basi.
"Lumayan. Kamu?"
"Jarang. Tapi sekalinya mampir biasanya ngeborong." Eliana memamerkan tas belanjaannya.
Arka melirik sekilas buku dalam kantong belanjaan Eliana. "Nggak nyangka kamu suka baca novel."
"Ya, kamu orang kesekian yang bilang gitu." Eliana mengedikkan bahu. "Lagi nyari buku apa?"
"Sebenarnya nggak lagi nyari buku tertentu. Cuma lihat lihat aja." ujar Arka kemudian ia menatap Eliana agak lama.
Eliana yang semula tersenyum jadi salah tingkah. Ia mengingat-ingat penampilannya saat ini. Ia mengenakan blus putih potongan sederhana, boyfriend jins, dan sepatu usang kesayangannya. Rambutnya dicepol acak karena ia sedang malas menata rambutnya. Ia tidak mengenakan make up apapun selain bb cream dan lipgloss. Ia merasa tidak ada yang istimewa dalam penampilannya tapi tidak bisa dibilang memalukan. Bagaimanapun ia manusia biasa yang tidak selalu tampil sempurna. Eliana kira Arka akan mengomentari penampilannya seperti biasa. Arka selalu berkomentar soal penampilannya sebagai brand ambassador setiap kali ia merasa tidak sesuai. Eliana sudah menyiapkan argumen untuk itu tapi ternyata Arka melihat sekeliling dan bertanya. "Ke sini sama siapa?"
"Hah?"
Arka mendekat dan mengulangi pertanyaannya. “Sendirian?”
Eliana menjawab dengan muka polos. "Ya."
"Sudah makan?"
"Belum."
"Di dekat sini ada sushi yang enak. Suka sushi?"
"Hah?" Eliana cepat cepat meralat jawaban bodohnya sebelum Arka menyadari. "Ya. Suka." ia berusaha tersenyum meski terasa aneh.
Berbeda dengannya, Arka justru tersenyum dengan sangat mudahnya. Bagaimanapun Eliana masih tercengang atas begitu bertolakbelakangnya Arka di kantor dan di kehidupan sehari-hari. Arka berjalan lebih dulu di hadapannya menuju kasir dan Eliana mengikutinya seperti kerbau dicocok hidung.

*

Restoran kesukaan Arka rupanya juga retoran Jepang kesukaan Eliana. Mereka memesan makanan kesukaan masing-masing. Arka meminta Eliana memperlihatkan buku-buku yang baru dibelinya. Arka berhasil menebak beberapa judul novel yang difilmkan. Arka bilang ia jarang membaca fiksi tapi ia mengikuti fiksi lewat film.
Arka bercerita tentang beberapa novel yang akan diangkat ke layar lebar dalam waktu dekat. Eliana tidak terlalu mengikuti perkembangan film tapi ia cukup antusias ketika tahu beberapa novel kesukaannya akan difilmkan.
"Begitu filmnya rilis, mau nonton bareng?"
"Mau banget. Sama siapa nontonnya?"
"Sama aku."
"Terus?"
Arka tidak langsung menjawab pertanyaan Eliana.
Senyum Eliana memudar perlahan.
Arka menatap Eliana lagi dengan cara yang sama dengan di toko buku. Tatapan mata yang tenang dan sedikit terlalu percaya diri. “Apa keberatan kalau aku mengajakmu nonton berdua saja?”
Eliana ingin memperjelas apakah itu ajakan kencan atau apa. Ia ingin memastikan apakah mereka sungguh akan menonton film berdua saja? Tapi panas di kedua pipinya membuat Eliana kehilangan kata-kata.
Seorang pelayan datang dan menaruh hidangan di antara mereka. Arka mengambil gelas ochanya, meniup uapnya, lalu meminumnya. Eliana menatap hidangan di hadapannya dan baru sadar ia mengkhianati rencana dietnya. Kini sudah terlambat menyesali.
“Gimana?” ulang Arka dengan nada tenang.
Eliana membasahi bibirnya sesaat sebelum menjawab. “Oke.”
Eliana bisa melihat senyum puas di wajah Arka. Senyum yang hanya pria itu berikan ketika proyek berakhir sukses. Kemudian mereka menikmati hidangan di hadapan mereka sembari meneruskan obrolan mereka mengenai film-film yang diangkat dari novel best seller.

*

HOW IT FEELS

on
Monday, September 21, 2015
How it feels to be somebody's reason to smile?
How it feels to be somebody's reason to stay?
on
Wednesday, February 4, 2015

Ya Allah, di depan manusia saya hanya ingin terlihat cantik seperlunya saja.
Tapi di depanMu, izinkan saya tampil cantik seutuhnya.
Saya toh palingan kalo mati ya dimakan belatung.
Begitu harapan saya.
Aamiin.

BERSIAP LAHIR, ANAK KETUJUH SAYA "FEBRUARI: ECSTASY", A ROMANCE THRILLER NOVEL

on
Wednesday, January 21, 2015
Pertama tama, saya mohon maaf karena belum sempat blogwalking. Saya sedang bepergian keluar kota dan tidak membawa laptop. Saya update melalui ponsel. Dan aplikasi blogger android tidak ada tampilan komen zzzz.

Kedua, saya mengucap syukur karena resolusi saya untuk menelurkan satu novel per tahun terwujud. Alhamdulilah.

Ketiga, saya bersyukur karena berhasil mewujudkan impian saya untuk menulis novel romance thriller dengan setting pengedaran narkoba. Terus terang sudah sejak lama saya sangat ingin menulis tema itu namun tidak punya keberanian dan kemampuan yang cukup. Beruntung Allah memudahkan saya melalui dua kawan yang merupakan rekan trio dalam penggarapan ECSTASY, Ari Keling dang Ayu Welirang. Mereka berdua penulis yang baik. Ari yang kuat dalam action dan romance. Ayu yang kuat dalam deskripsi dan punya gaya penceritaan unik. Saya beruntung keduanya mau menjadi rekan saya dalam menulis novel pesanan Grasindo ini. Terima kasih, kalian...

FEBRUARI: ECSTASY adalah novel seri Monthly dari Penerbit Grasindo. Digarap trio oleh saya, Ari, dan Ayu. Seri JANUARI: FLASHBACK ditulis oleh tiga penulis lainnya sudah beredar di toko buku. ECSTASY akan kalian temukan di toko buku pada 10 FEBRUARI 2015.

Berikut intipan kovernya...

Nanti kalo ketemu anak ketujuh saya ini, ECSTASY, di toko buku jangan lupa didadah dadah ya :))

on
Monday, November 10, 2014
Kamu ada dalam doaku. Doa yang kupanjatkan dalam sunyi. Sebab tak seorang pun perlu tahu soal kamu. Soal masa lalu. Kamu ada dalam doaku karena hanya begitu saja yang kumampu. Kamu dan aku lebih baik sendiri, bukan? Jarak ini adalah apa yang kamu pilih. Kenapa menyesalinya kini?

Kamu tidak masuk dalam relung benci. Tidak pula masuk dalam relung rindu. Kamu adalah takdir. Takdir yang kujalani karena tak ada jalan lain. Kamu adalah kegetiran yang terpaksa aku kecap. Kamu adalah awal penderitaan jalan yang terpaksa aku jalani. Kamu adalah harapan yang berakhir bencana.
Terlepas dari kegetiran dan penderitaan itu, kamu adalah bagian dari takdirku. Untuk itu aku mengingatmu dalam doa sembunyi-sembunyi. Semoga kamu sehat, semoga kamu bahagia dengan pilihanmu, semoga kamu menjalani hidupmu sebaik-baiknya, semoga Tuhan selalu menempatkanmu dalam perlindungan-Nya.
Karena hanya itu yang terbaik yang aku bisa. Karena begitu satu-satunya cara yang tersisa. Barangkali, di masa depan yang lebih baik, aku bisa memberikan yang lebih baik. Barangkali.
Kamu tahu kamu adalah takdirku. Dan aku tidak bisa lari darimu.
Aku juga adalah takdirmu. Kamu juga tidak bisa lari.
Itu sebabnya…


kamu berusaha mencari keberadaanku, kan?



KOVER ANAK KE-6: MUSE

on
Saturday, October 11, 2014
Ada banyak hal yang perlu saya syukuri di tahun. Di tahun ini tiga novel saya sudah terbit :
1. X : Kenangan yang Berpulang (Februari, 2014)
2. QUEEN (Agustus, 2014)
3. ELIPSIS (September, 2014)

Dan mungkin akan menjadi 4 novel yang terbit di tahun ini. Saya mendapat kabar baik dari editor dan kover novel untuk anak ke-6 saya sudah keluar. Jadwal terbit kemungkinan bulan November. Semoga tidak ada halangan yang berarti. Berikut previewnya…


Blurbs…

Aku sahabat dari istrimu, tempat kau biasa mendiskusikan segala hal. Aku sahabat dari istrimu, tempat di mana kau selalu meminta nasihat dalam menghadapi kegilaan istrimu. Aku sahabat dari istrimu, dan aku jatuh cinta padamu.

Jatuh cinta pada Jonas adalah apa yang tidak pernah Renatha rencanakan. Namun begitulah adanya, ia jatuh cinta pada Jonas, suami dari Nadia – sahabatnya. Mulanya itu hanya sebuah rasa tanpa perlu mendapat pengakuan. Mulanya…

"Kau… mau sampai kapan kau akan lari, hm?“
“Kenapa tidak? Kalau perlu aku lari lagi sekarang. Aku akan pergi ke tempat di mana aku tidak akan menemukan satu orang pun yang mengetahui masa laluku. Terutama kamu! Adalah sebuah kesalahan mempercayaimu malam itu!“



"KITA: MENCINTA TANPA PECUMA" BERPINDAH KE BLOG PRIVAT

on
Tuesday, October 7, 2014
Belajar dari kesalahan di masa lalu, ketika saya memajang novelet di sini dan ide saya dicuri oleh orang lain. Sialnya, dia menerbitkannya dalam bentuk novel, fufufu. Saya sedang sial.

Dengan ini, saya memajang KITA sampai di sini. KITA masih bisa diikuti dalam blog private http://awww-awesome.blogspot.com/ (only administrator dan undangan yang bisa membukanya).

Bagi yang masih ingin mengikuti, jangan khawatir, kalian bisa mencantumkan alamat email blog kalian di kolom komentar di bawah. Saya akan memasukkannya. Terima kasih yaaa... #ciumSatuSatu

Btw, KPG bikinin banner lucu buat novel kelima saya, ELIPSIS. Elipsis akan membawa kalian ke romance yang berbau paranormal, family, dan mental dissorder. Atran yang didiagnosis mengidap skizofrenia, ibunya ingin Atran sembuh, tapi Atran tahu ia tidak sakit. Ia hanya menjadi milik dari dunia yang berbeda.



Salam hula hula,
Annesya

Selamat Datang Ke Dunia, Anak Kelima Saya, ELIPSIS

on
Thursday, September 18, 2014
Elipsis (yang dulunya berjudul Atran) akan beredar di toko buku pada 29 September 2014. Bergenre paranormal romance, psychology, dan family. Saya menulis naskah ini tahun 2011 (3 tahun yang lalu). Elipsis adalah naskah saya yang paling banyak menerima penolakan dari penerbit. Mungkin karena mengusung tema yang riskan? Saya kurang tahu pasti karena penerbit-penerbit yang menolaknya juga tidak memberi alasan pasti.

Elipsis juga pernah mendapat kontrak penerbitan dari penerbit lain. Namun karena proses revisi yang mengubah esensi cerita, saya dan penerbit sepakat untuk membatalkan kontrak penerbitan. Waktu berlalu dan naskah ini pun kemudian berhasil lahir ke dunia dalam bentuk eksemplar dan bisa kalian temukan di toko buku. ELIPSIS kini diterbitkan oleh Penerbit POP, KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).

Berikut preview kover dan blurbs-nya... :)





Eeuwige liefde is liefde die niet meer terugkomt.
Cinta yang abadi adalah yang tak kembali.

Atran sudah berhenti menghubunginya. Kalea memutuskan untuk terus menjalani hidup dengan menerima lamaran laki-laki lain. Kendati demikian, kenangan bersama Atran tak akan pernah memudar barang sedetik. Atran bukan laki-laki biasa. Ia bisa berbicara dengan angin dan pohon. Ia selalu tahu kapan hujan akan turun, kapan kematian mengepakkan sayap. Ia mampu berbicara dengan roh dan semesta. Namun, dengan segala kemampuan supernatural yang dimilikinya, mengapa Atran mengabaikannya? Tak bisakah Atran mendengar panggilannya? Dua
tahun berlalu dan ia dibiarkan meragu.

Berpisah darimu bagaikan sebuah elipsis—jeda yang tak terisi oleh katakata. Ketika kau jauh, aku menemukan bahwa di antara kita ada ikatan tak kasat mata, kata-kata yang tak terucap, rasa yang tak terungkap, memori yang menguat seiring besarnya jurang pemisah antara kita. Kau bilang kau mencintaiku. Kau bilang kau akan kembali. Namun selalu ada ruang untuk meragu. Selalu ada elipsis yang kemudian diisi oleh rasa kehilangan. Selalu ada jeda bagi hati yang kosong.
on
Thursday, August 21, 2014
Saya mengenakan hijab bukan agar terlihat lebih cantik.
Sebab saya terlihat lebih cantik tanpa hijab.
Saya mengenakan hijab karena saya menyadari, kalau saya bisa tampil cantik di hadapan Allah, apa pentingnya pendapat manusia lain?

Saya mengenakan hijab bukan untuk menutupi kekurangan.
Sebab saya menganggap kekurangan saya sebagai kelebihan.
Saya mengenakan hijab sebagai bentuk pasrah saya pada ketentuan Allah. Bahwa hal buruk apa pun yang mungkin terjadi di masa depan adalah ujian-Nya, bukan hukuman.

Saya mengenakan hijab bukan hanya untuk melindungi diri dari pandangan lawan jenis.
Saya mengenakan hijab juga untuk membantu lawan jenis melindungi pandangannya.

Saya mengenakan hijab bukan karena saya lebih baik dari mereka yang belum berhijab.
Saya mengenakan hijab sebab saya yang sekarang lebih baik dari saya yang dulu.

Saya mengenakan hijab tidak ada urusannya dengan manusia lain. Saya dan hijab saya adalah urusan saya dengan Allah. Tidak ada urusannya dengan opini orang lain. Pendapat orang lain itu tidak penting lagi di telinga saya.

Dan kalaupun saya bersolek, itu agar saya nyaman dengan diri saya. Bukan untuk mendapatkan pujian dari manusia lain. Sekian.

HERE THE THINGS IS

on
Saturday, August 9, 2014

DOA YANG TERJABAHKAN

Saya mulai takut. Pada dasarnya saya masih manusia egois. Saya ingin Tuhan menolong saya. Maka Ia mendekat. Namun ketika saya rasa Ia dekat, saya menjadi penakut. Setiap ucap dan doa menjadi terlalu cepat ditanggapi. Sementara sisi manusia saya belum siap menghadapi resikonya.

Sebagaimana hubungan dengan manusia, hubungan dengan Tuhan pun ada timbal baliknya. Ketika Tuhan terasa semakin dekat dengan saya, saya tahu saya harus merelakan beberapa bahkan banyak hal duniawi yang saya sukai, demi mendekat dengan-Nya. Pada dasarnya saya masih manusia biasa yang masih menyukai hal-hal duniawi. Saya harus ikhlas dengan kesulitan yang menguji iman saya pada-Nya. Pada dasarnya saya merasa iman saya tidak terlalu baik. Saya meragukan diri saya sendiri.

Saya mulai takut dengan doa yang terjabahkan terlalu cepat. Hingga saya merasa setiap laku dan tindak saya diperhatikan oleh-Nya. Saya mulai takut. Namun bukankah kita seharusnya memang hanya boleh takut pada-Nya di dunia ini?

Begitu saya kemudian menyadari.