Kamu ada dalam doaku. Doa yang kupanjatkan
dalam sunyi. Sebab tak seorang pun perlu tahu soal kamu. Soal masa lalu. Kamu
ada dalam doaku karena hanya begitu saja yang kumampu. Kamu dan aku lebih baik
sendiri, bukan? Jarak ini adalah apa yang kamu pilih. Kenapa menyesalinya kini?
Kamu tidak masuk dalam relung benci. Tidak
pula masuk dalam relung rindu. Kamu adalah takdir. Takdir yang kujalani karena
tak ada jalan lain. Kamu adalah kegetiran yang terpaksa aku kecap. Kamu adalah awal
penderitaan jalan yang terpaksa aku jalani. Kamu adalah harapan yang berakhir
bencana.
Terlepas dari kegetiran dan penderitaan
itu, kamu adalah bagian dari takdirku. Untuk itu aku mengingatmu dalam doa
sembunyi-sembunyi. Semoga kamu sehat, semoga kamu bahagia dengan pilihanmu,
semoga kamu menjalani hidupmu sebaik-baiknya, semoga Tuhan selalu menempatkanmu
dalam perlindungan-Nya.
Karena hanya itu yang terbaik yang aku
bisa. Karena begitu satu-satunya cara yang tersisa. Barangkali, di masa depan
yang lebih baik, aku bisa memberikan yang lebih baik. Barangkali.
Kamu tahu kamu adalah takdirku. Dan aku
tidak bisa lari darimu.
Aku juga adalah takdirmu. Kamu juga tidak
bisa lari.
Itu sebabnya…
kamu berusaha mencari keberadaanku, kan?